Tuesday, October 18, 2011

Ayahku Penatua Gereja dan Tukang Sihir - Part 3

Share


Dari kesaksian ini kita mengerti bahwa ukuran kesejatian hamba Tuhan ataupun Gereja bukan terletak pada manifestasi supra alamiah yang terjadi dalam Gereja itu. Ayah Mukendi juga  ternyata seorang Penatua Gereja, tetapi jemaatnya tidak menyadari kalau dia juga sebagai Tukang Sihir yang sangat sakti. Alkitab menuliskan : UmatKu binasa karena tidak mengenal Allah; karena engkaulah yang menolak pengenalan itu maka Aku menolak engkau menjadi imamKu dan karena engkau melupakan pengajaran Allahmu, maka Aku juga akan melupakan anak-anakmu." (Hosea 4:6)

Ayahku mendirikan suatu kelompok aliran pemujaan dan para pengikutnya begitu dihanyutkan oleh pesona keajaiban-keajaiban magis yang dikerjakannya, sehingga mereka tidak pernah mempertanyakan sumbernya. Sebagian besar dari waktu yang ada, dipergunakan ayahku untuk melemparkan kutukan-kutukan ke atas mereka, akan tetapi dengan terbuka ia mendustai mereka dengan berkata bahwa ia sedang memberkati mereka. Gereja ayahku itu diberinya nama: Penatua Israel.

Di ruang tidur pribadi ayahku, terletak sebuah berhala yang ditempatkan di atas sebuah perjanjian di antara tempat tidurku dan tempat tidur ayahku. Di dalam perjanjian itu, ayahku meletakkan tiga uang logam untuk mewakili tiga anggota keluarga kami, yaitu, ibuku dan aku sendiri. Di sudut yang lain, juga diletakkan sebuah botol yang berisi salib dan rosario. Dan bila ada di antara pengikut ayahku yang menghadapi masalah, maka mereka diijinkan memasuki perumahan kami dengan membayarkan sesuatu. Mereka harus melepaskan sepatu dan meninggalkannya di luar jalan masuk menuju perumahan kami, membenturkan kepala mereka tiga kali pada lantai batu yang keras dan mengucapkan "doa bapa kami." Mereka juga harus membawa benda-benda seperti uang, botol berisi bir atau anggur, kacang tanah, padi atau sejenis jagung sebagai persembahan. Baru setelah memenuhi persyaratan inilah mereka diijinkan untuk berlutut dan berbicara kepada ketiga bunga yang berada di atas sebuah bukit kecil di perumahan kami, dan meminta bunga-bunga itu untuk memenuhi kebutuhan mereka yang beragam. Seorang pengikut akan menunggu terus sampai ia memperoleh jawaban dan seringkali terdengar suara yang jelas akan menanggapi kebutuhan-kebutuhan mereka melalui botol itu. Maka mereka akan pulang dengan gembira dan yakin.

Setiap pengikut harus menganggap Sabtu sebagai hari yang kudus dan mereka dilarang untuk memasak, atau melakukan kegiatan apapun juga sebelum menyelesaikan kebaktian yang akan berlangsung dari pukul 09.00 dan berakhir pada pukul 14.00. Lagu-lagu pujian yang dinyanyikan kebanyakan merupakan lagu-lagu tradisional, yang segera diikuti oleh kotbah, yang terutama didasarkan atas hikmat manusia dan bukan Firman Allah. Kutipan ayat-ayat Alkitab dilakukan setengan-setengah dan ditafsirkan dengan cara yang salah untuk menyesuaikan dengan doktrin aliran pemujaannya sendiri.

Ayahku membuka suatu kelas pengajaran setiap hari Rabu, untuk memberikan kepada para pengikutnya dasar-dasar doktrin dan asal muasal aliran pemujaannya dan pertumbuhannya yang progresif di seluruh dunia. Untuk menguji dan meyakinkan keseriusan dan kemajuan tiap pengikut, ayah membuka sekolah-sekolah Minggu khusus, untuk melihat sejauh manakah mereka telah menangkap pengajaran-pengajaran yang diberikan pada setiap hari Rabu. Hanya bila seorang pengikut gagal menerima jawaban dari bunga-bunga itu, barulah ia akan berbicara secara pribadi dengan ayahku, dengan membuat janji yang khusus pada hari Minggu. Ayahku sangat bangga akan aliran gerejanya dan ia menganggap semua gereja yang lain itu sebagai gereja yang sesat, penuh sihir dan okultisme. Ia begitu meremehkan gereja-gereja yang lain, sehingga bila ada seorang anggota yang meninggalkan gerejanya untuk bergabung dengan gereja yang lain, ayahku akan mengutukinya. Akibatnya, orang tersebut akan sangat menderita, bahkan sampai kehilangan nyawanya secara tragis.

KORBAN PASCAL: "PASKAH"
"Paskah" merupakan upacara yang paling disukai ayahku yang harus diselenggarakannya satu tahun satu kali pada hari Paskah. Upacaranya berlangsung di sungai Mulenda dan menarik kurang lebih 3.000 pengikut dari seluruh Zaire. Kami memiliki kebiasaan untuk meninggalkan desa kami menuju sungai itu pada pk. 04.30 pagi karena upacara yang sesungguhnya akan dimulai pada pk. 08.00. Bila semua telah hadir, maka kami akan membagi mereka menjadi empat kelompok untuk pembagian tugas, seperti membersihkan belukar, memotong rumput, membersihkan bagian yang keramat dan yang lain membangun altar sejauh kira-kira 250 meter dari sungai dengan mempergunakan batu-batu yang besar. Sebuah gubug kecil juga didirikan di dekat sungai, dan di dalamnya ditempatkan sebuah kuali tradisional yang khusus yang berisi tanah liat berwarna putih untuk dibubuhkan pada para anggota. Selama berlangsungnya upacara, setiap anggota akan masuk ke situ dan mengaku dosa terhadap nenek moyang mereka sebelum upacara utama dimulai. Mereka harus memberitahu kepada nenek moyang mereka, "Aku tidak mempunyai masalah dengan siapapun juga, dan bila seseorang ingin membuat masalah denganku, biarlah ia terkutuk."

Hal ini kemudian dilanjutkan dengan kebaktian dimana seseorang melakukan pemujaan kepada dewa dengan mempergunakan nama-nama tradisional dan juga lagu-lagu pujian tradisional. Ia kemudian siap untuk langkah berikutnya dimana ayahku akan membubuhkan tanda dari dada sampai perutnya dengan tanah liat putih tadi. Bila hal itu telah dilakukan, maka ia akan menghampiri meja komuni atau meja perjamuan untuk menerima ramuan yang terdiri dari sepotong pisang yang harus dikunyahnya bersama dengan bunga-bunga yang dipetik dari pekarangan kami yang telah dicampur dengan bumbu-bumbu tradisional.

BAPTISAN
Ayahku tidak pernah ragu-ragu mengatakan kepada para pengikutnya bahwa baptisan yang dilakukannya sangatlah bernilai dan bahwa itu akan membawa berkat bagi mereka bila mereka sepenuhnya mengabdikan diri mereka kepada aliran pemujaanya. Itu semuanya dusta ! Ayah sendiri mengatakan kepadaku bahwa arti yang sesungguhnya dari baptisannya adalah untuk menyebabkan para pengikutnya menyerahkan kemakmuran mereka kepada ayah., sedang ayah sendiri menempatkan kutuk-kutuk yang abadi di atas mereka. Prosedurnya sangat lucu bagiku. Seseorang harus lewat melalui kaki ayahku "di dalam nama bapa, putera dan roh kudus." Setelah itu, ia harus pergi dan mencelupkan dirinya tiga kali dalam sungai. Bila hal itu telah dilakukan, kepadanya akan diberikan setangkai kayu yang serupa dengan tali dan dengan itu ia harus lari secepatnya, memukul dan meriakkan air sungai, sambil bersumpah tidak akan meninggalkan aliran pemujaan itu selama hidupnya. Setelah itu ia memberikan janji untuk terikat secara mutlak, maka ia harus menanggalkan pakaiannya, menceburkan diri ke dalam air yang mengalir dan cepat-cepat melompat keluar lagi dalam keadaan telanjang bulat, karena telah menanggalkan seluruh pakaiannya. Wanita, pria dan anak-anak semuanya terlibat dalam prosedur ini dan beberapa orang tua telah membawa seluruh keluarga mereka untuk mengikat diri mereka kepada aliran pemujaan itu. Beberapa di antara para iman dan juga para pemimpin agama tradisional Afrika ikut mengambil bagian dalam upacara tersebut tanpa mengajukan pertanyaan apapun. Mereka bahkan menghormati hal-hal yang dilakukan ayahku dan memberikan banyak dukungan dengan cara terlibat langsung di dalam paskah tersebut.

Ketika kemudian aku bertanya kepada ayahku mengapa ia membaptis mereka di dalam nama bapa, putera dan roh kudus, inilah yang dikatakannya, "Dengan melakukannya, aku merebut seluruh kekuatan sihir, tenung dan perdukunan mereka dan untuk selanjutnya menjadi lebih tangguh dari mereka. Dan bila mereka menceburkan diri ke dalam sungai, berarti mereka mengisi sumberku, karena dari sungai itulah datangnya seluruh kekuatanku." Setiap orang yang membawa persembahan bahkan juga melemparkan pada bagian yang keramat dari sungai yang sama.

Upacara itu juga melibatkan seekor domba jantan yang dibawa ayahku ke bagian keramat sungai. Leher domba itu harus dipotong tiga bagian dan darahnya harus langsung dikucurkan ke dalam sungai. Pada saat itu, siapa saja yang memiliki sihir, mantera atau tenung harus melemparkan semuanya ke dalam sungai agar bercampur dengan darah domba tersebut. Sebelum domba itu dibawa ke altar untuk dibakar, terlebih dahulu dipersembahkab lagu-lagu pujian dan tarian kepada para dewa. Jadi ketika domba itu dibakar, diharapkan asapnya dapat membubung ke atas sampai di tingkatan langit dimana tiga ekor burung milik ayah telah terbang selama upacara itu. Burung-burung itu adalah burung elang, burung nasar dan burung gagak, yang secara berurutan dianggap ayahku sebagai si Raja, si Portugis dan si Senegal, yang juga terbang dengan berurutan seperti itu. Si Raja berada di atas yang lain, si Portugis di bawahnya sedang si Senegal di bawah si Portugis dan mereka hanya akan menghilang dari langit bila domba itu telah seluruhnya dimakan api. Hal ini merupakan tanda bahwa persembahannya telah diterima oleh dewa.

Ketika domba sedang dibakar, ayahku yang mengenakan jubah putih dengan lambang salib hijau di dadanya, dengan khidmat menarik diri dari yang lain dan berdoa sendirian di dekat altar. Setelah dombanya habis terbakar, ayah lalu mengambil jelaganya yang hitam dan membubuhkannya ke atas dahi setiap pengikutnya, dengan mendustai mereka bahwa ia sedang memberkati mereka. Itu lagi-lagi dusta ! Ia sendiri mengatakan kepadaku kemudian, bahwa ia sedang membutakan mereka secara rohani agar mereka tidak dapat menemukan kebenaran daripada kekuatan-kekuatannya yang misterius itu. Ia mengikatkan mereka kepada dirinya sendiri dan aliran pemujaannya untuk selama-lamanya.

Salah satu dari pesta seperti itu diselenggarakan saat aku berusia 9 tahun dan sesuatu yang dramatis terjadi, yang menunjukkan betapa dalamnya ayahku terlibat di dalam ilmu sihir. Domba baru saja dibunuh dan semua orang mulai menatap ke arah sungai. Sesuatu sedang bergerak dan tiba-tiba ada ledakan yang mengguncangkan air, sehingga semua orang lari bersembunyi. Siapa itu gerangan? Tidak lain daripada ikan duyung yang telah menyusui dan membesarkan diriku ! Kecuali sirip ekornya, seluruh tubuh bagian atasnya dengan jelas keluar dari air dan saat melihatnya, ayahku berseru sambil mengangkat diriku ke arahnya, "Mari, lihatlah anak yang telah kau besarkan. Ia ada disini."

Ikan duyung itu, tanpa mengucapkan sepatah katapun, meneliti diriku tiga kali, dan menghilang di dalam air. Ayahku secara emosi bahkan tidak bergeming sedikitpun. Ia tenang dan tidak takut. Setelah melihat bahwa tidak ada bahaya, kerumunan orang-orang itu maju kembali, penuh rasa ingin tahu akan apa yang telah terjadi. Dan seperti biasanya, ayahku mendustai mereka dengan berkata, "Kalian tidak memperoleh apa-apa. Yesus tadi berada disini, ia memberkati aku dan putraku. Dan karena kalian lari pergi, kalian harus dihukum." Bentuk hukuman yang diberikan ayahku kepada mereka adalah sebagai berikut, "Kalian harus lari kembali ke desa segera setelah aku memberikan tanda. Dan bila kalian menemukan halangan apapun di jalan, baik itu pohon atau lubang, kalian tidak boleh berusaha menghindarinya. Bila itu adalah pohon, benturkan diri kalian, bila itu lubang, jatuhkan diri kalian ke dalamnya."

Kerumunan orang yang sedang kebingungan itu mulai berlari segera setelah ayahku memberikan tanda. Tujuan semuanya itu adalah agar mereka menderita dan ayahku akan menjadikan mereka bulan-bulanan. Ayahku seorang yang begitu sadistis, yang memperoleh kesukaan besar dari penderitaan orang lain.

SIFAT AYAHKU
Sebuah gambaran singkat akan sifat-sifat ayahku akan membantu memperlihatkan mengapa ia mudah sekali menipu dan memanipulasi para pengikutnya. Ayahku adalah seorang yang sangat sombong dan banyak bicara, yang selalu berkata-kata buruk mengenai gereja-gereja yang lain, akan tetapi di lain pihak selalu bergembira mengenai gerejanya sendiri. Dengan terbuka ia mencemooh mereka dengan mengatakan bahwa mereka itulah gereja-gereja "okultisme", dan mengancam para pengikutnya apabila mereka berani menggabungkan diri dengan gereja lain. Ayah begitu keras kepala dan sulit didekati dan sekali ia mengambil keputusan tentang sesuatu, maka pendapat orang lain itu hal nomor dua saja, karena ia selalu berkeras dengan pendapatnya sendiri. Mereka yang lain harus selalu mematuhi perintahnya atau menghadapi kosekuensi dibenci atau bahkan dicelakai olehnya. Aspek lain yang menghalangi ayah untuk dapat mencintai orang lain adalah kecintaannya akan uang.

Ia serakah dan setiap saat ia melihat sesuatu yang baik milik pengikutnya, ia pasti menginginkannya dan bahkan meminta orang tersebut untuk memberikannya. Orang-orang tidak pernah menolak keinginan ayahku.
Dan karena ayahku yakin bahwa ia lebih pandai dari siapapun juga, maka ia tidak suka mendengar orang lain dipuji karena kemampuan atau keahliannya. Ayah bahkan akan mencelakakan orang tersebut sebagai balas dendamnya.
Meskipun orang tahu siapa ayahku, akan tetapi ia memiliki para pendukung dari gereja-gereja lain, terutama para imam gereja Roma Katolik dan gereja-gereja di Afrika yang berdiri sendiri, termasuk Malembe Ngunza atau Mpeve Yanongo, Tatu Wetu atau Diamant dan Eglise des Noirs en Afrique. Mereka akan datang ke perumahan kami untuk memuja dewa ayahku dan mempersembahkan korban mereka.

KEJAHATAN DALAM KERAJAAN SIHIR
Dalam dunia sihir, bertambah halus cara-cara seseorang, bertambah pulalah penghargaan yang diberikan kepadanya. Hal ini memberikan kemampuan kepada seseorang untuk menyudutkan rekan-rekan tukang sihir yang lainnya. Aku ingat bahwa ayahku ingin menjadi pemimpin dari daerah kami. Jadi pada suatu hari, para penatua mengatakan kepadanya bahwa untuk dapat memperoleh gelar tersebut, ia harus mempersembahkan seekor kambing sebagai korban. Ayah menjadi begitu bersemangat dan tidak mempertimbangkannya dengan seksama. Pada waktu itu, istri kedua ayahku memiliki seorang putra. Jadi pada waktu ayah memberikan kambingnya sebagai korban, mereka mempergunakannya sebagai sebuah tangga untuk dapat merebut salah seorang anaknya. Itulah adik tiriku yang masih kecil ; ia mati mendadak tanpa sebab.

Ketika hal itu terjadi, ayahku bersumpah untuk membalas dendam terhadap mereka. Selama upacara pemakaman, ia menangis dengan satu mata, sedangkan matanya yang lain dipergunakannya untuk mengamat-amati. Dan ketika aku bertanya mengapa ia melakukannya, ayah menjawab bahwa ia ingin bersiaga supaya tidak seorangpun dapat merebut diriku selagi kami sedang berkabung. Tiba-tiba, seekor burung hantu terbang dan hinggap di atas sebuah pohon di dekat situ yang menyimpan hidupku. Ayahku langsung mengetahui bahwa itu adalah seseorang yang mengincar nyawaku. Ia segera melirik kepada burung itu dengan satu mata dan burung itu kemudian jatuh dari pohon dalam keadaan mati. Pada saat yang bersamaan, seseorang yang sedang menghadiri upacara pemakaman kami, tiba-tiba ambruk dan mati. Aku yakin orang tersebut memiliki hubungan dengan burung hantu itu. Bersambung ke Part-4

No comments:

Post a Comment