Hossain Salahuddin,
yang adalah seorang penyair, penulis, dan murtadin yang telah mengarang
beberapa buku. Dia adalah editor majalah Maverick, yang mengutamakan tulisan
sastra, sekulerisme, dan rasionalisme.Berikut adalah hasil wawancara FontPage dengan Hossain Salahuddin.
FP: Hossain
Salahuddin, selamat datang di wawancara FrontPage.
HS: Terima kasih
atas sambutannya. Saya merasa sangat terhormat berada di sini.
FP: Tolong
ceritakan masa kecilmu dan bagaimana kau mengenal Islam.
HS: Aku lahir di
tahun 1984, di keluarga Muslim di Bangladesh. Keluargaku adalah Muslim kolot
dan orangtuaku benar-benar menekankan agar aku sungguh-sungguh belajar Qur’an
bahkan sebelum mereka memasukkanku ke sekolah. Mereka mendatangkan seorang
Mullah untuk mengajarku melafalkan Qur’an dalam bahasa Arab – dan aku jadi
sangat mahir melakukannya. Aku ingat bahwa aku mampu melafalkan seluruh Qur’an
dalam bahasa Arab tiga kali sebelum aku berusia 12 tahun tanpa mengerti sepatah
kata pun artinya. Kalau aku mencoba mengingatnya, kupikir isi Qur’an itu sangat
mencekik dengan berbagai aturan halal dan haram. Kau tidak boleh melakukan ini,
kau harus melakukan itu, dan peringatan terus-menerus: “Kau adalah Muslim, jadi
berlakulah sebagai Muslim.”
Begitulah,
aku tidak begitu bangga dengan masa kecilku. Terdapat berbagai macam kekangan
agama di sekitar leherku dan ini sebenarnya mempengaruhi hubunganku dengan anggota
keluargaku. Meskipun demikian, aku dulu tetap Muslim taat. Aku hanya tidak
senang melakukan ibadah Islam. Memang sewaktu kecil aku suka agak melawan,
meskipun aku tidak lalu besar menjadi seorang pemberontak.
FP: Apa yang
membuatmu ragu dan akhirnya meninggalkan Islam?
HS: Sekitar usia
13 atau 14 tahun, aku jadi senang sekali menulis karangan, terutama syair. Aku
lalu mulai banyak membaca dan menulis puisi. Aku ingat bahwa aku meminjam
sepuluh buku dan membaca semuanya satu per satu. Sejarah, Sains, Filosofi,
Agama, Sastra, pokoknya segala jenis buku. Benar-benar saat yang sangat
menyenangkan. Kuakui aku sedikit lebih dewasa dari usiaku, dan aku benar-benar
menghargai bagian hidupku saat itu yang merupakan masa pencerahan bagiku. Buku-buku
membuatku mampu berpikir dan menilai sesuatu secara logis, untuk melarikan diri
dari dunia yang penuh prasangka dan kepercayaan takhayul. Buku membebaskanku
secara sepenuhnya. Mereka adalah sahabat sejatiku.
TAPI
keluargaku dan guru-guruku di sekolah tidak menyukai perubahanku. Guru-guruku
mulai memberiku berbagai masalah. Mereka adalah Muslim-muslim kolot dan mereka
tidak suka tulisan-tulisanku. Mereka bahkan melarangku menulis di majalah
sekolah dan ini benar-benar mengecewakanku karena aku mungkin adalah satu-satunya
murida yang pandai mengarang. Mereka terus-menerus mengingatkanku bahwa Islam
melarang penulisan puisi, musik, melukis, bergaul dengan non-Muslim atau membaca
buku-buku tentang agama-agama non-Islam, dan ini semua benar-benar
membingungkanku.
Lalu
aku mencari jalan keluar: membaca Qur’an dan Hadis dalam bahasa asliku. Aku
membaca Qur’an berulang-kali sambil tidak percaya dengan apa yang kubaca. Aku
mulai menandai ayat-ayat yang kupertanyakan dan menulis komentar di sebelahnya.
Aku heran, apakah ayat-ayat penuh kebencian ini disebarkan dan dikhotbahkan di
segala penjuru kotaku ? Aku benar-benar kaget. Kupikir mestinya terjemahannya
yang salah. Tapi aku kemudian mengumpulkan berbagai terjemahan Qur’an dari para
ahli Islam ternama. Ternyata berbagai terjemahan tersebut bermakna sama dan ini
membuatku benar-benar kaget. Aku menghabiskan hampir dua tahun masa hidupku di
usia 9 dan 10 tahun untuk mencari jawaban.
Di
usia 10 tahun, buku syair pertamaku diterbitkan dan di usia 11 tahun aku benar-benar
yakin bahwa Islam adalah agama yang sangat sarat kekerasan. Dengan membaca
Qur’an dan buku-buku Islam lainnya dalam bahasa aslimu sendiri, maka kau akan
mengalami dua hal:
1. Kau menjadi
Muslim beringas yang dicuci otaknya oleh Islam dan siap untuk menghabisi
siapapun yang menentangmu;
2. Kau
meninggalkan Islam sama sekali dan menjadi orang sekuler merdeka.
Aku
memilih yang nomer dua di usia yang sangat muda.
FP: Apakah kau
mengalami ancaman setelah murtad? Apakah keselamatanmu masih terancam saat ini?
HS: Well, aku
tidak meninggalkan Islam seketika, tapi prosesnya terjadi secara bertahap.
Kukira setelah aku berusia 12 tahun, aku secara sadar betul benar-benar murtad.
Beberapa sahabatku tahu akan pandanganku tentang Islam. Sebagian dari mereka
sangat kaget. Tapi aku murtad diam2 dan tidak banyak orang sekitar yang tahu.
Tentu
saja aku khawatir jika membuat warga Muslim mayoritas marah. Jadi yang
kulakukan adalah mengajukan banyak pertanyaan untuk menyampaikan pendapatku.
Aku melakukan ini berdasarkan apa yang dilakukan Socrates, dan ini sebenarnya
bisa sangat efektif. Aku mulai mempertanyakan Islam dan ahadis dalam tulisan2ku
dan karenanya aku jadi terbentur banyak masalah. Meskipun aku punya beberapa
sahabat yang sependapat denganku, aku pun punya banyak musuh yang membenciku
dan mengawasi diriku. Tapi saat itu aku masih muda dan tidak terlalu peduli –
aku terus saja melakukan hal yang sama.
Akhirnya
kesabaran mereka habis dan mereka menyerangku secara fisik di suatu malam – aku
beruntung sekali bisa lolos hanya dengan luka2 kecil dan sedikit memar saja.
Setelah kejadian ini, aku jadi lebih berhati-hati, tidak banyak keluar rumah
dan menulis di rumah saja. Di tahun 2002, sebuah organisasi Islam menerbitkan
sebuah buku dan menyebutku sebagai Murtad-Nastik atau Kafir Murtad dalam buku
itu. Jadi sebenarnya aku tidak pernah mengumumkan diriku murtad secara umum,
tapi merekalah yang melakukan kehormatan itu bagiku.
Setelah
itu aku bertekad meninggalkan Bangladesh dan di tahun 2003 aku pergi ke
Australia sebagai mahasiswa. Tentang pertanyaanmu apakah keselamatanku masih
terancam sekarang, hm, kupikir aku tetap waspada akan adanya serangan dari
Muslim. Tidak hanya aku saja, tapi siapapun yang non-Muslim atau lahir sebagai Muslim
lalu murtad – siapapun yang berbeda dari mereka (Muslim) tetap dalam bahaya dan
begitulah kenyataan yang menyedihkan.
FP: Apa
pendapatmu tentang imperialisme Arab dan kolonialisme Islam? Bagaimana sih
pemikiran muslim non-Arab tentang hal ini?
HS: Yang paling
menggugahku adalah bahwa Islam adalah bentuk lain dari kolonialisme Arab
terselubung. Di negara-negara Asia Tenggara kau lihat orang-orang terus-menerus
menjerit-jerit tentang kolonialisme Inggris dan bahwa mereka adalah korban
perbuatan Inggris sampai detik ini. Akan tetapi, tiada satu pun yang bicara
tentang kolonialisme Arab yang sampai detik ini masih sangat aktif berlangsung
di setiap negara Muslim non-Arab. Islam itu aslinya dari daerah Arab, dan Islam
bukanlah agama yang menekankan hati nurani, hubungan pribadi dengan Tuhan atau masalah-masalah
rohani; tapi Islam itu sangatlah bersifat politik dan imperial. Tempat sucinya
saja terletak di tanah-tanah Arab, bahasa sucinya adalah bahasa Arab, dan
tokoh2 utamanya juga semua orang-orang Arab. Jadi sangatlah menarik untuk
diamati akibatnya pada Muslim non-Arab.
Begitu
jadi Muslim, orang non-Arab mulai tidak menyukai budaya non-Islamnya sendiri
dan dia jadi terpesona oleh segala hal yang berbau Arab dan lalu ingin jadi
bagian dari Arab. Dia akan mulai memuji-muji para jihadi Arab yang telah
menguasai tanah airnya sendiri. Dia lalu menolak semua budaya aslinya sendiri
dan mulai berkhayal untuk mengIslamkan budaya kafirnya tersebut.
Kau
bisa melihat jelas hal ini pada orang-orang mualaf yang telah diberangus
pikirannya dengan Islam. Hal ini bagaikan penyakit kejiwaan yang merasuk
dirinya dan meracuni masyarakat Muslim selama ribuan tahun. Kolonialisme Arab
itu berbentuk politik dan budaya dan hal ini merupakan bentuk kolonialisme yang
paling lama berlangsung. Para Muslim giat sekali menyalahkan imperialisme dan
kolonialisme Eropa, Barat, dan Israel atas segala masalah yang ada di dunia
saat ini. TAPI jika dihadapkan dengan imperialisme Arab atau kolonialisme
Islam, Muslim malah jadi bangga karena dijajah Arab dan mereka malah kagum
dengan para jihadis yang datang dari tanah Arab dan menjajah tanah air kakek
moyangnya.
Dengan
cara ini, kolonialisme Islam dan imperialisme Arab bersama-sama telah
menaklukkan dan menghancurkan berbagai kebudayaan kuno yang sangat maju dan
mengakibatkan perubahan yang sangat merusak pada kebudayaan asli tanah yang
terjajah. Kita bisa katakan bahwa orang-orang Arab merupakan imperialis paling
sukses sepanjang masa, karena mualaf-mualaf yang setia pada Islam memang justru
senang ditaklukkan oleh “Jihadis Mulia” dari “Tanah Suci” – ini dianggap mualaf
bagaikan keselamatan saja layaknya.
FP: Bagaimana
pendapatmu atas perang suci (jihad) Islam?
HS: Islam akan
selalu berhubungan dengan expansi politik melalui Jihad. Qur’an dan Hadis
berulang-kali menyatakan bahwa tiada hal yang lebih mulia daripada Jihad dalam
nama Allah. Para pembela Islam akan mencoba mengatakan padamu bahwa Islam itu
adalah agama damai, Jihad bermakna banyak, dan tidak harus selalu penuh
kekerasan, dll. TAPI sejarah berdarah Islam menyampaikan kisah yang berbeda.
Sebenarnya malah Qur’an itu harus diartikan secara harafiah. Muhammad
berkali-kali berkata bahwa Qur’an itu bukan sajak atau kiasan; tapi adalah
suara Allah SWT sendiri sehingga siapapun dapat mengertinya dan menanggapinya
secara serius; bahkan sebenarnya tindakan menganggap Qur’an sebagai kiasan
merupakan penghujatan.
Dalam
Hadis dinyatakan bahwa Muhammad memerintahkan pengikutnya untuk menghentikan
segala ibadah non-Islami dengan kekerasan. Sebagai agama, Islam punya akar
kebencian yang dalam terhdp kafir. Dalam Qur’an, Allah berkali-kali
memerintahkan Muslim untuk melakukan jihad dan menjanjikan hadiah-hadiah
surgawi tanpa batas bagi Muslim yang mati syahid dalam perang suci demi Allah
SWT.
Jika
kau bertanya pada seorang Turki Sufi Dervish yang suka menari berputar-putar
bagai gasing, kau tidak akan mendapat gambaran Islam yang sebenarnya. Yang kau
dapat darinya hanya pandangan kemanusiaan yang menyenangkan dari filosofi
Mistik Sufi. Tapi sebenarnya Islam malah menganggap Sufisme sebagai bid’ah dan
kaum Sufi ditindas oleh Muslim-muslim kaffah di sepanjang sejarah Islam.
Untuk
benar-benar mengerti makna Jihad, kau harus melihat langsung pada kehidupan
Muhammad, sahabat karibnya, dan pemimpin-pemimpin Islam yang kemudian, dan
pemikir-pemikir Islam. Dari sini kau akan mendapatkan gambaran yang sangat
penuh kekerasan. Bahkan para Kalifah pengganti Muhammad menggunakan kata Jihad
sebagai kata yang berarti penaklukkan daerah baru. Dengan begitu, sudah jelas
apa Islam sebenarnya.
Jangan
pedulikan sedikitpun apa yang dikatakan para pembela Islam tentang Jihad, bagi
Muslim umumnya, Jihad berarti perluasan kekalifahan Allah SWT yang sesuai
dengan firman Allah SWT sendiri. Muslim yang mati syahid dijamin masuk surga
langsung tanpa diadili segala di hari kiamat.
Para
cendekiawan Islam seperti Taqi al din ibn Taymiyyah, Mohammad ibn abdul Wahhab,
Sayyid Qutb, Abdullah Mawdudi, Hasan al Turabi menulis banyak keterangan
tentang hal ini. Jihad-jihad modern seringkali mengutip pernyataan para ahli
Islam ini sebagai sumber inspirasi jihadnya. Mereka mengira bahwa Muslim
sekarang berada dalam peperangan melawan kekuasaan gelap. Kekuasaan gelap ini
tidak boleh ditoleransi. Meskipun Allah akhirnya akan menghancurkan kekuasaan
gelap ini, tapi Muslim wajib ikut memeranginya. Itulah sebabnya sampai detik
ini tiada imam atau negara Islam yang mengutuk terorisme atas nama jihad. Sudah
jelas pula bahwa semua cara hidup Barat sangat bertentangan dengan Islam –
dengan begitu Barat langsung jadi target jihad para ulama Islam dan mereka
membagi dunia dalam dua pihak: Dunia Islam yang Damai dan Dunia Kafir yang
Penuh Perang.
FP: Jadi para
teroris Islam tidak salah mengerti tentang Islam ?
HS: Jelas tidak; bahkan sebenarnya merekalah yang
mengartikan Islam dengan sangat benar. Dalam Islam, Muslim memang wajib berjihad
sampai seluruh dunia menyembah satu Allah saja karena memang Islam tidak
mengijinkan adanya Tuhan yang lain. Allah SWT hanya ingin berkuasa seorang diri
saja dan tidak mau dipersekutukan dengan allah-allah yang lain. Kedengarannya
memang lucu, tapi ini benar.
Coba
lihat berapa banyak negara-negara Islam yang menerapkan demokrasi? Liberalisme,
privacy dan kebebasan individu, kebebasan berbicara dan beragama – semua hal
modern ini sangat bertentangan dengan Islam.
Tidak
peduli apapun yang dikatakan para pembela Islam, kata “Islam” dan “kebebasan”
merupakan dua kata yang bertolak belakang. Tidak seperti agama-agama Budha dan
Kristen, Islam bukanlah agama pribadi saja; Islam itu merupakan agama sosial,
politik, budaya, dan tidak bermakna rohani karena tujuannya adalah untuk
menguasai dunia. Islam menembus semua bagian kehidupan Muslim dan
mengontrolnya. Syariah Islam dianggap sebagai hukum illahi dan berisi ketetapan
tentang seluruh aspek kehidupan, dari cara pakai tusuk gigi sampai bagaimana
kau ngeseks; dari motong ternak sampai ke ayat-ayat yang harus kau lafalkan
jika buang air besar di WC, dll. Pokoknya semuanya laah…
FP: Bagaimana
pendapatmu tentang Muhammad dan para pemujanya?
HS: Bagi saya, Muhammad jelas adalah salah satu tokoh
paling berpengaruh dalam sejarah umat manusia, dalam arti bahwa satu juta
Muslim masih bersedia untuk mati baginya. Muslim menganggapnya sebagai manusia
yang paling suci, tidak memiliki dosa secuilpun dan sosok paling sempurnya dan
terbesar yang pernah hidup di planet ini. Setiap Muslim --mau tidak mau--
memuja Muhammad dan bereaksi degan biadab setiap kali namanya dicerca oleh
kartunis atau novelis atau siapa saja.
TAPI
jika kau baca biografinya oleh Bukhari, Ibn Ishaq, Al Tabari, kau akan
menemukan insiden-insiden yang menunjukkan sifat tabiat Muhammad sebenarnya.
Kebiadaban luar biasanya terhadap Yahudi, orang-orang berhala Mekah dan saingan-saingannya
tercatat dengan rapi. Ia membunuh masal TIGA suku Yahudi - Banu Nadir, Banu
Qurayza & Banu Qaynuqa; membunuh Pangeran Khaibar dan menggagahi jandanya.
No comments:
Post a Comment