Monday, April 22, 2013

Kesaksian Muallaf Hossain Salahudin

Share

Hossain Salahuddin, yang adalah seorang penyair, penulis, dan murtadin yang telah mengarang beberapa buku. Dia adalah editor majalah Maverick, yang mengutamakan tulisan sastra, sekulerisme, dan rasionalisme.Berikut adalah hasil wawancara FontPage dengan Hossain Salahuddin.

FP:  Hossain Salahuddin, selamat datang di wawancara FrontPage.

HS:  Terima kasih atas sambutannya. Saya merasa sangat terhormat berada di sini.

FP:  Tolong ceritakan masa kecilmu dan bagaimana kau mengenal Islam.

HS:  Aku lahir di tahun 1984, di keluarga Muslim di Bangladesh. Keluargaku adalah Muslim kolot dan orangtuaku benar-benar menekankan agar aku sungguh-sungguh belajar Qur’an bahkan sebelum mereka memasukkanku ke sekolah. Mereka mendatangkan seorang Mullah untuk mengajarku melafalkan Qur’an dalam bahasa Arab – dan aku jadi sangat mahir melakukannya. Aku ingat bahwa aku mampu melafalkan seluruh Qur’an dalam bahasa Arab tiga kali sebelum aku berusia 12 tahun tanpa mengerti sepatah kata pun artinya. Kalau aku mencoba mengingatnya, kupikir isi Qur’an itu sangat mencekik dengan berbagai aturan halal dan haram. Kau tidak boleh melakukan ini, kau harus melakukan itu, dan peringatan terus-menerus: “Kau adalah Muslim, jadi berlakulah sebagai Muslim.”

Begitulah, aku tidak begitu bangga dengan masa kecilku. Terdapat berbagai macam kekangan agama di sekitar leherku dan ini sebenarnya mempengaruhi hubunganku dengan anggota keluargaku. Meskipun demikian, aku dulu tetap Muslim taat. Aku hanya tidak senang melakukan ibadah Islam. Memang sewaktu kecil aku suka agak melawan, meskipun aku tidak lalu besar menjadi seorang pemberontak.

FP:  Apa yang membuatmu ragu dan akhirnya meninggalkan Islam?

HS:  Sekitar usia 13 atau 14 tahun, aku jadi senang sekali menulis karangan, terutama syair. Aku lalu mulai banyak membaca dan menulis puisi. Aku ingat bahwa aku meminjam sepuluh buku dan membaca semuanya satu per satu. Sejarah, Sains, Filosofi, Agama, Sastra, pokoknya segala jenis buku. Benar-benar saat yang sangat menyenangkan. Kuakui aku sedikit lebih dewasa dari usiaku, dan aku benar-benar menghargai bagian hidupku saat itu yang merupakan masa pencerahan bagiku. Buku-buku membuatku mampu berpikir dan menilai sesuatu secara logis, untuk melarikan diri dari dunia yang penuh prasangka dan kepercayaan takhayul. Buku membebaskanku secara sepenuhnya. Mereka adalah sahabat sejatiku.

TAPI keluargaku dan guru-guruku di sekolah tidak menyukai perubahanku. Guru-guruku mulai memberiku berbagai masalah. Mereka adalah Muslim-muslim kolot dan mereka tidak suka tulisan-tulisanku. Mereka bahkan melarangku menulis di majalah sekolah dan ini benar-benar mengecewakanku karena aku mungkin adalah satu-satunya murida yang pandai mengarang. Mereka terus-menerus mengingatkanku bahwa Islam melarang penulisan puisi, musik, melukis, bergaul dengan non-Muslim atau membaca buku-buku tentang agama-agama non-Islam, dan ini semua benar-benar membingungkanku.

Lalu aku mencari jalan keluar: membaca Qur’an dan Hadis dalam bahasa asliku. Aku membaca Qur’an berulang-kali sambil tidak percaya dengan apa yang kubaca. Aku mulai menandai ayat-ayat yang kupertanyakan dan menulis komentar di sebelahnya. Aku heran, apakah ayat-ayat penuh kebencian ini disebarkan dan dikhotbahkan di segala penjuru kotaku ? Aku benar-benar kaget. Kupikir mestinya terjemahannya yang salah. Tapi aku kemudian mengumpulkan berbagai terjemahan Qur’an dari para ahli Islam ternama. Ternyata berbagai terjemahan tersebut bermakna sama dan ini membuatku benar-benar kaget. Aku menghabiskan hampir dua tahun masa hidupku di usia 9 dan 10 tahun untuk mencari jawaban.

Di usia 10 tahun, buku syair pertamaku diterbitkan dan di usia 11 tahun aku benar-benar yakin bahwa Islam adalah agama yang sangat sarat kekerasan. Dengan membaca Qur’an dan buku-buku Islam lainnya dalam bahasa aslimu sendiri, maka kau akan mengalami dua hal:

1.     Kau menjadi Muslim beringas yang dicuci otaknya oleh Islam dan siap untuk menghabisi siapapun yang menentangmu;

2.     Kau meninggalkan Islam sama sekali dan menjadi orang sekuler merdeka.

Aku memilih yang nomer dua di usia yang sangat muda.

FP:  Apakah kau mengalami ancaman setelah murtad? Apakah keselamatanmu masih terancam saat ini?

HS:  Well, aku tidak meninggalkan Islam seketika, tapi prosesnya terjadi secara bertahap. Kukira setelah aku berusia 12 tahun, aku secara sadar betul benar-benar murtad. Beberapa sahabatku tahu akan pandanganku tentang Islam. Sebagian dari mereka sangat kaget. Tapi aku murtad diam2 dan tidak banyak orang sekitar yang tahu.

Tentu saja aku khawatir jika membuat warga Muslim mayoritas marah. Jadi yang kulakukan adalah mengajukan banyak pertanyaan untuk menyampaikan pendapatku. Aku melakukan ini berdasarkan apa yang dilakukan Socrates, dan ini sebenarnya bisa sangat efektif. Aku mulai mempertanyakan Islam dan ahadis dalam tulisan2ku dan karenanya aku jadi terbentur banyak masalah. Meskipun aku punya beberapa sahabat yang sependapat denganku, aku pun punya banyak musuh yang membenciku dan mengawasi diriku. Tapi saat itu aku masih muda dan tidak terlalu peduli – aku terus saja melakukan hal yang sama.

Akhirnya kesabaran mereka habis dan mereka menyerangku secara fisik di suatu malam – aku beruntung sekali bisa lolos hanya dengan luka2 kecil dan sedikit memar saja. Setelah kejadian ini, aku jadi lebih berhati-hati, tidak banyak keluar rumah dan menulis di rumah saja. Di tahun 2002, sebuah organisasi Islam menerbitkan sebuah buku dan menyebutku sebagai Murtad-Nastik atau Kafir Murtad dalam buku itu. Jadi sebenarnya aku tidak pernah mengumumkan diriku murtad secara umum, tapi merekalah yang melakukan kehormatan itu bagiku.

Setelah itu aku bertekad meninggalkan Bangladesh dan di tahun 2003 aku pergi ke Australia sebagai mahasiswa. Tentang pertanyaanmu apakah keselamatanku masih terancam sekarang, hm, kupikir aku tetap waspada akan adanya serangan dari Muslim. Tidak hanya aku saja, tapi siapapun yang non-Muslim atau lahir sebagai Muslim lalu murtad – siapapun yang berbeda dari mereka (Muslim) tetap dalam bahaya dan begitulah kenyataan yang menyedihkan.

FP:  Apa pendapatmu tentang imperialisme Arab dan kolonialisme Islam? Bagaimana sih pemikiran muslim non-Arab tentang hal ini?

HS:  Yang paling menggugahku adalah bahwa Islam adalah bentuk lain dari kolonialisme Arab terselubung. Di negara-negara Asia Tenggara kau lihat orang-orang terus-menerus menjerit-jerit tentang kolonialisme Inggris dan bahwa mereka adalah korban perbuatan Inggris sampai detik ini. Akan tetapi, tiada satu pun yang bicara tentang kolonialisme Arab yang sampai detik ini masih sangat aktif berlangsung di setiap negara Muslim non-Arab. Islam itu aslinya dari daerah Arab, dan Islam bukanlah agama yang menekankan hati nurani, hubungan pribadi dengan Tuhan atau masalah-masalah rohani; tapi Islam itu sangatlah bersifat politik dan imperial. Tempat sucinya saja terletak di tanah-tanah Arab, bahasa sucinya adalah bahasa Arab, dan tokoh2 utamanya juga semua orang-orang Arab. Jadi sangatlah menarik untuk diamati akibatnya pada Muslim non-Arab.

Begitu jadi Muslim, orang non-Arab mulai tidak menyukai budaya non-Islamnya sendiri dan dia jadi terpesona oleh segala hal yang berbau Arab dan lalu ingin jadi bagian dari Arab. Dia akan mulai memuji-muji para jihadi Arab yang telah menguasai tanah airnya sendiri. Dia lalu menolak semua budaya aslinya sendiri dan mulai berkhayal untuk mengIslamkan budaya kafirnya tersebut.

Kau bisa melihat jelas hal ini pada orang-orang mualaf yang telah diberangus pikirannya dengan Islam. Hal ini bagaikan penyakit kejiwaan yang merasuk dirinya dan meracuni masyarakat Muslim selama ribuan tahun. Kolonialisme Arab itu berbentuk politik dan budaya dan hal ini merupakan bentuk kolonialisme yang paling lama berlangsung. Para Muslim giat sekali menyalahkan imperialisme dan kolonialisme Eropa, Barat, dan Israel atas segala masalah yang ada di dunia saat ini. TAPI jika dihadapkan dengan imperialisme Arab atau kolonialisme Islam, Muslim malah jadi bangga karena dijajah Arab dan mereka malah kagum dengan para jihadis yang datang dari tanah Arab dan menjajah tanah air kakek moyangnya.

Dengan cara ini, kolonialisme Islam dan imperialisme Arab bersama-sama telah menaklukkan dan menghancurkan berbagai kebudayaan kuno yang sangat maju dan mengakibatkan perubahan yang sangat merusak pada kebudayaan asli tanah yang terjajah. Kita bisa katakan bahwa orang-orang Arab merupakan imperialis paling sukses sepanjang masa, karena mualaf-mualaf yang setia pada Islam memang justru senang ditaklukkan oleh “Jihadis Mulia” dari “Tanah Suci” – ini dianggap mualaf bagaikan keselamatan saja layaknya.

FP: Bagaimana pendapatmu atas perang suci (jihad) Islam?

HS:  Islam akan selalu berhubungan dengan expansi politik melalui Jihad. Qur’an dan Hadis berulang-kali menyatakan bahwa tiada hal yang lebih mulia daripada Jihad dalam nama Allah. Para pembela Islam akan mencoba mengatakan padamu bahwa Islam itu adalah agama damai, Jihad bermakna banyak, dan tidak harus selalu penuh kekerasan, dll. TAPI sejarah berdarah Islam menyampaikan kisah yang berbeda. Sebenarnya malah Qur’an itu harus diartikan secara harafiah. Muhammad berkali-kali berkata bahwa Qur’an itu bukan sajak atau kiasan; tapi adalah suara Allah SWT sendiri sehingga siapapun dapat mengertinya dan menanggapinya secara serius; bahkan sebenarnya tindakan menganggap Qur’an sebagai kiasan merupakan penghujatan.

Dalam Hadis dinyatakan bahwa Muhammad memerintahkan pengikutnya untuk menghentikan segala ibadah non-Islami dengan kekerasan. Sebagai agama, Islam punya akar kebencian yang dalam terhdp kafir. Dalam Qur’an, Allah berkali-kali memerintahkan Muslim untuk melakukan jihad dan menjanjikan hadiah-hadiah surgawi tanpa batas bagi Muslim yang mati syahid dalam perang suci demi Allah SWT.

Jika kau bertanya pada seorang Turki Sufi Dervish yang suka menari berputar-putar bagai gasing, kau tidak akan mendapat gambaran Islam yang sebenarnya. Yang kau dapat darinya hanya pandangan kemanusiaan yang menyenangkan dari filosofi Mistik Sufi. Tapi sebenarnya Islam malah menganggap Sufisme sebagai bid’ah dan kaum Sufi ditindas oleh Muslim-muslim kaffah di sepanjang sejarah Islam.

Untuk benar-benar mengerti makna Jihad, kau harus melihat langsung pada kehidupan Muhammad, sahabat karibnya, dan pemimpin-pemimpin Islam yang kemudian, dan pemikir-pemikir Islam. Dari sini kau akan mendapatkan gambaran yang sangat penuh kekerasan. Bahkan para Kalifah pengganti Muhammad menggunakan kata Jihad sebagai kata yang berarti penaklukkan daerah baru. Dengan begitu, sudah jelas apa Islam sebenarnya.

Jangan pedulikan sedikitpun apa yang dikatakan para pembela Islam tentang Jihad, bagi Muslim umumnya, Jihad berarti perluasan kekalifahan Allah SWT yang sesuai dengan firman Allah SWT sendiri. Muslim yang mati syahid dijamin masuk surga langsung tanpa diadili segala di hari kiamat.

Para cendekiawan Islam seperti Taqi al din ibn Taymiyyah, Mohammad ibn abdul Wahhab, Sayyid Qutb, Abdullah Mawdudi, Hasan al Turabi menulis banyak keterangan tentang hal ini. Jihad-jihad modern seringkali mengutip pernyataan para ahli Islam ini sebagai sumber inspirasi jihadnya. Mereka mengira bahwa Muslim sekarang berada dalam peperangan melawan kekuasaan gelap. Kekuasaan gelap ini tidak boleh ditoleransi. Meskipun Allah akhirnya akan menghancurkan kekuasaan gelap ini, tapi Muslim wajib ikut memeranginya. Itulah sebabnya sampai detik ini tiada imam atau negara Islam yang mengutuk terorisme atas nama jihad. Sudah jelas pula bahwa semua cara hidup Barat sangat bertentangan dengan Islam – dengan begitu Barat langsung jadi target jihad para ulama Islam dan mereka membagi dunia dalam dua pihak: Dunia Islam yang Damai dan Dunia Kafir yang Penuh Perang.

FP: Jadi para teroris Islam tidak salah mengerti tentang Islam ?

HS: Jelas tidak; bahkan sebenarnya merekalah yang mengartikan Islam dengan sangat benar. Dalam Islam, Muslim memang wajib berjihad sampai seluruh dunia menyembah satu Allah saja karena memang Islam tidak mengijinkan adanya Tuhan yang lain. Allah SWT hanya ingin berkuasa seorang diri saja dan tidak mau dipersekutukan dengan allah-allah yang lain. Kedengarannya memang lucu, tapi ini benar.

Coba lihat berapa banyak negara-negara Islam yang menerapkan demokrasi? Liberalisme, privacy dan kebebasan individu, kebebasan berbicara dan beragama – semua hal modern ini sangat bertentangan dengan Islam.

Tidak peduli apapun yang dikatakan para pembela Islam, kata “Islam” dan “kebebasan” merupakan dua kata yang bertolak belakang. Tidak seperti agama-agama Budha dan Kristen, Islam bukanlah agama pribadi saja; Islam itu merupakan agama sosial, politik, budaya, dan tidak bermakna rohani karena tujuannya adalah untuk menguasai dunia. Islam menembus semua bagian kehidupan Muslim dan mengontrolnya. Syariah Islam dianggap sebagai hukum illahi dan berisi ketetapan tentang seluruh aspek kehidupan, dari cara pakai tusuk gigi sampai bagaimana kau ngeseks; dari motong ternak sampai ke ayat-ayat yang harus kau lafalkan jika buang air besar di WC, dll. Pokoknya semuanya laah…

FP: Bagaimana pendapatmu tentang Muhammad dan para pemujanya?

HS: Bagi saya, Muhammad jelas adalah salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah umat manusia, dalam arti bahwa satu juta Muslim masih bersedia untuk mati baginya. Muslim menganggapnya sebagai manusia yang paling suci, tidak memiliki dosa secuilpun dan sosok paling sempurnya dan terbesar yang pernah hidup di planet ini. Setiap Muslim --mau tidak mau-- memuja Muhammad dan bereaksi degan biadab setiap kali namanya dicerca oleh kartunis atau novelis atau siapa saja.

TAPI jika kau baca biografinya oleh Bukhari, Ibn Ishaq, Al Tabari, kau akan menemukan insiden-insiden yang menunjukkan sifat tabiat Muhammad sebenarnya. Kebiadaban luar biasanya terhadap Yahudi, orang-orang berhala Mekah dan saingan-saingannya tercatat dengan rapi. Ia membunuh masal TIGA suku Yahudi - Banu Nadir, Banu Qurayza & Banu Qaynuqa; membunuh Pangeran Khaibar dan menggagahi jandanya.

No comments:

Post a Comment